Senin, 06 April 2015

Ibu Kandung Meninggal Dunia, Anak Malang itu tetap Ceria.


                                           Ibu Meninggal Dunia, Anak Malang itu tetap Ceria.

                    MINGGU malam, 5 April 2015, kampung ini diguyur oleh hujan,  langit seakan mencucurkan air matanya, begitu sampai di rumah sekitar jam 9 malam, seseorang mengabarkan ada yang meninggal dunia, si anu. Saya terkejut, bukan cuma saya, tapi banyak orang  yang merasa kehilangan dan terkejut sekali dengan musibah ini. Khususnya yang bermukim di sekitar Masjid Al Iklas jalan Setia Bakti-Parit Kecamatan Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat Indonesia. Karena setelah sholat magrib.sekitar jam 6 30 sore itu, dari corong masjid tersebut terdengar di himbaukan "Innalillahi wainna ilaihi rojiun, telah berpulang kerahmatullah... istri dari ... dst"

                     Bagaimana tidak。 kematian ibu dua anak itu mendadak sekali. Siang  itu dia, (kata istri saya masih segar bugar dan masih tertawa dan berkomunikasi dengan baik.)

                 Hampir tiap hari dia dengan kedua anaknya itu lewat di depan rumahku. Satu digendong, dan satu lagi berjalan kaki, .Kenapa ku tidak pernah yang duluan menyapa ? Kini tidak akan pernah lagi dia lewat di depan rumahku, tidak akan pernah terdengar lagi suara cerewetnya yang memarah-marahi anaknya yang membuat kesal karena berkelakuan. Menyesal sungguh aku menyesal sekali.

                 Aku ikut menyolatkan, dan ikut mengantarnya kepandam pekuburan. Menunggu sampai cara pemakaman selesai. Mataku tidak pernah lari dari anaknya, namun anaknya yang kelas satu SD itu tetap ceria. Yang kecil  
membuat hati iba.

                  Setelah kuburan selesai ditimbun, ketika pemuka agama ingin berdoa. Anaknya yang kecil, sedang dipelukan ayahnya, dengan mata yang sembab bertanya, "Yah, ibu di mana yah...?"

                 Ayahnya  diam saja, tidak menjawab. Orang-orang juga tidak ada yang menjawab.  Lalu kakanya menjawab ."Ibu ada didalam.." Jawabya sambi lmenunjuk keonggokan tanah.

                 Air mataku menetes saat mengetik tulisan ini, aku berdiri lalu menghampiri anak itu memberinya uang sepuluh ribu. Bagi dengan adik ya. Kataku.

                 Saya yakin anaknya yang paling kecil akan sering menanyakan kepada ayahnya, kenapa ibunya tidak pulang-pulang. Kenapa ibunya dimasukkan kedalam tanah. Sebuah ujian yang berat sekali.

1 komentar: